NGALEMEUNG
Bagi pecita ikan bakar, pasti akan bisa membedakan ikan bakar sunda dan ikan bakar jawa. Keduanya berbeda baik dalam taste maupun cara memasaknya. Ikan bakar jawa biasanya lebih manis, berbumbu, dan sebelum dibakar, ikan segar digoreng terlebih dahulu. Sedangkan ikan bakar sunda biasanya tawar, berupa ikan segar yang dibakar langsung tanpa bumbu. Taste-nya lebih didapat dari bumbu tuangannya. hmmmm….. dua-duanya ok, tergantung suasana..
Taste ikan bakar sunda akan lebih terasa ketika dinikmati bersama dengan lemeung. Lemeung adalah makanan khas sunda tradisional, berupa nasi bakar yang diolah dari beras, dimasukkan ke dalam bambu yang telah dialasi oleh daun (daun lemeung), dan kemudian dibakar sampai menjadi nasi dengan nikmat aroma bakar. Lebih pas lagi, menu lemeung plus ikan bakar ini dinikmati di dalam saung, di tepi kolam ikan, di bawah pohon rindang…. wuih….
Ritual membakar lemeung, memancing dan membakar ikan kemudian memakannya, itulah yang disebut dengan ngalemeung… Sebuah moment, di mana ada damai, ada tenteram, ada rasa syukur…..
Jika anda ke kampung naga, jangan pernah malu bertanya. Yup, seperti ketika saya kesana dan bertemu dengan wakil kuncen nya, Pak Hen Hen. Disana, saya diberitahu aneka makanan khas Kampung Naga, seperti masak dengan teknik ngalemeung (sepertinya, artinya adalah : bakar).
Disana saya dibuatkan leumeng singkong dan leumeng talas. Amboy, rasanya. Biasanya saat siang usia berladang, warga tentunya lapar dong, naaa mereka langsung berburu singkong atau talas yang tumbuh liar maupun yang sengaja mereka tanam. Setelah itu memotong bamboo yang masih muda dan membawanya ke saung. Disana singkong dipotong potong, dimasukkan dalam bamboo dan kemudian dimakan bersama dengan cocolan gula aren.
Gileee emang beda ya, makanan organik dengan enggak itu. Singkongnya maniiiis dan guriiih banget. Gula aren nya juga manis nya legit sama sekali nggak ada pahitnya. Apalagi ditambah aroma wangi dan manis dan bamboo muda… ya ampuuuuun enaaaaak!!!!
Disana saya juga diajak makan colenak pisang… waaa yang ini lebih unik lagi. Jadi pisang kapas, habis dikupas, langsung diletakkan diatas bara abu api yang ditiup dengan song song (alat tiup untuk memasak tradisional)… setelah dibolak balik dan mulai kehitam hitaman, langsung diambil dan ditepuk tepuk (dibersihkan abunya) dipotong potong dan langsung ditabur gula cair berkacang… aduuuu meski terlihat jorok, tapi bagi saya sama sekali gak ada joroknya, karena rasanya enaaaak banget!!!
Terus siangnya saya diajak makan ayam bakar … yuk, setelah berjalan 3 kilo menanjak akhirnya sampai juga di saung yang dituju… makan disaung ditengah rimbunnya pohon.
Ayam enggak tahu dibumbu apa, katanya sih bumbu kuning biasa. Terus dibakar langsung di api unggun. Waaa setelah matang, astaga, rasanya ini adalah ayam terenak yang pernah saya makan. Lemaknya meleleh gurih banget, dagingnya keset dan aroma wangi yang meresap kuat. Ow, daging yang dibiarkan tumbuh liar atau organik memang rasanya bedaaaa!!!! Enaaak.
Apalagi makan ayam panggangnya ini dengan nasi liwet ala kampung naga. Amboooo!!!! Nasi liwetnya nggak pake kastrol, tapi pake kelapa tua. Aiiih, jadi beras langsung dimasukkan dalam kelapa yang baru aja dibuka. Airnya pun tidak pakai air biasa, tapi menanaknya dengan menggunakan air kelapa itu langsung. Setelah diberi sedikit bumbu seperti garam dan bawang merah. Kelapa ditutup kembali lalu dibakar sekitar 1 jam sampai tanah… adiiiii diiiii gurihnya nggak pernah saya jumpai pada nasi liwet dimana pun. Enakkkk!!!
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
duh... meni jadi kabita eum,,,
BalasHapus